Sabtu, 06 Oktober 2018

SERIAL FILM PAT A PAT COMO SEBAGAI SARANA EDUKASI ANAK USIA DINI

Pada usia dini merupakan momen tahap perkembangan yang sangat baik bagi anak. Anak-anak lebih cepat dalam menangkap segala sesuatu yang mereka lihat ataupun dengar. Oleh karena itu, orang tua harus bisa memanfaatkan masa-masa golden age anak dengan memberikan kegiatan yang mengandung banyak nilai positif. Salah satunya orang tua dapat memulai dengan memberikan tontonan yang mendidik bagi anak.
Apabila melihat anak-anak usia dini sekarang ini, mereka lebih tertarik dengan menonton di gadget orang tua mereka melalui video-video di Youtube. Dalam hal ini tugas penting untuk para orang tua, yaitu memilih dengan selektif tontonan bagi anak-anak mereka. Tontonan yang diberikan kepada anak bukan sekadar tontonan biasa, namun tontonan yang memiliki sisi edukasi.
Beberapa hari yang lalu, saya menemukan tontonan anak berupa film animasi. Film animasi tersebut bernama Pat a Pat Como. Pat a Pat Como merupakan film serial animasi dari Korea yang telah diubah kedalam versi bahasa Indonesia. Karakter-karakter dalam film merupakan hewan peternakan. Dalam film diceritakan hewan-hewan tersebut tinggal disebuah peternakan bernama Bandi Farm.
Dalam film Pat a Pat Como terdapat empat tokoh utama, yaitu Como, Toto, Wooba, dan Wormy. Como adalah karakter utama dalam film Pat a Pat Como. Como, anak ayam yang memiliki kemampuan spesial yang diberinama “puk puk” yang berasal dari kata tepuk. Kemampuan yang dimiliki Como dapat membuat temannya yang sedang bersedih akan bahagia kembali setelah ditepuk.
Tiga karakter lainnya, yang pertama ada Toto. Toto adalah anak ayam yang berasal dari kota, lalu pindah ke Bandi Farm. Toto sangat menyukai ilmu pengetahuan dan memiliki hobi membaba buku.Kedua ada Wormy, cacing kecil yang merupakan sahabat pertama Como. Wormy memiliki sifat yang ceroboh. Ketiga ada Wooba, anak itik berwarna hijau yang tinggal di alam liar sekitar Bandi Farm. Wooba bertubuh besar, kuat serta memiliki sifat yang ramah dan baik hati.
Film animasi Pat a Pat Coco, bagus sekali untuk ditonton oleh anak usia dini, yaitu sekitar 1—6 tahun. Pat a Pat Coco memiliki visualisasi yang menarik. Film ini memberikan tampilan yang penuh dengan warna cerah. Selain berwarna, desain karakter dan pemandangan sangat bagus dan unik.
Film Pat a Pat Como merupakan film yang memberikan nilai edukasi kepada anak-anak melalui karakter,  tema, dan alur cerita. Tema yang diangkat sangat sederhana seperti bekerja sama, pertemanan, dan tolong-menolong. Alur yang ditampilkan juga mudah untuk dipahami oleh anak-anak. Dengan tema dan alur yang sederhana akan membuat anak-anak mudah mengambil pesan yang disampaikan dalam film.
Contohnya pada episode 4 yang berjudul “Ooga Ooga Wooba”, Como, Toto, dan Wormy berlari ketakutan saat pertama kali melihat Wooba. Padahal Wooba hanya ingin berteman dan memberikan makanan kepada mereka. Pada episode ini, anak-anak diajarkan untuk berani, mau berteman, dan tidak mudah untuk menilai seseorang dari luar.
Film animasi ini juga dikemas dengan baik. Dalam film, terdapat lagu yang diselipkan di tengah-tengah cerita. Hal ini dapat mengajak anak untuk lebih aktif karena selain dapat bernyanyi sambil belajar, anak juga diajak untuk bergerak sebab terdapat gerakan-gerakan kecil dalam lagu.

Berikut link Film Pat a Pat Como:

Minggu, 29 Juli 2018

Harus Pandai Mengelola Waktu Ya!

Pernah gak sih kalian merasa atau berpikir hidup kita seperti ada yang kurang, biasa-biasa aja, gak ada perubahan, lempeng-lempeng aja gitu.

Setiap hari selalu melakukan kegiatan yang sama. Gak ada kegiatan baru yang dilakukan. Hal ini membuat hidup menjadi kurang produktif.


Mungkin hal ini terjadi karena kita kurang baik dalam mengatur dan memanfaatkan waktu yang ada.


Dalam tulisan kali ini, aku mau memberikan kutipan yang cukup panjang dari buku The Real Muslimah karya Arif Rahman Lubis, penggagas komunitas dan media dakwah Teladan Rasul.



The Real Muslimah: Harus Pandai Mengelola Waktu Ya!


Kehidupan di dunia sangat terbatas dan singkat. Kapan saja kita bisa menyentuh pintu keluar. Bisa hari ini, besok, lusa, atau 30 puluh tahun lagi. Tugas kita memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk mengumpulkan bekal amal saleh.


Muslimah yang cerdas adalah yang menggunakan waktunya dengan sebaik-baiknya. Apakah tujuan hidup kita sudah digunakan dengan benar?


...


Sahabat, kuatkanlah dalam hatimu bahwa kau ingin mengumpulkan bekal amal saleh sebanyak-banyaknya. Dan lakukanlah mulai hari ini. Katakanlah dalam hati:


Hari ini hari terbaikku. Hari ini adalah milikku. Hari ini adalah milikku. Hari ini bisa jadi hari terakhirku. Aku akan membentuk kebiasaan terbaik hari ini. Ya, mulai hari ini. Hari ini aku akan mencurahkan segala bentuk perhatian, kepedulian, dan kerja keras untuk membentuk kebiasaan terbaik.


Hari ini aku akan melakukan salat yang khusyuk, zikir sepenuh hati, doa dengan penuh keyakinan, serta membaca Al-Quran dengan penuh peresapan. Aku bertekad untuk mengerjakan salat wajib tepat waktu. Aku akan melakukan salat Dhuha, Rawatib, dan Tahajud. 


Aku akan mengisi waktu dengan membaca buku-buku yang membuatku lebih memahami agama, memperbaiki akhlak, dan meningkatkan kemampuanku.


Hari ini aku akan melakukan tobat nasuha. Menginsyafi segala dosa yang telah aku lakukan, memohon ampunan-Nya, dan berjanji tidak akan melakukan kezaliman. Hari ini pula aku akan memelihara diri, keluargaku, dan segala yang haram.


Dengan mengucapkan rasa syukur, hari ini aku coba memahami bahwa segala yang aku miliki adalah sebaik-baiknya nikmat dari-Nya.


Hari ini aku akan membagi waktu dengan bijaksana. Menjadikan setiap detik, menit, dan jam dengan kebaikan. Aku akan belajar dengan giat dan bekerja penuh semangat.


Hari ini aku akan berbicara yang baik-baik, tidak akan berkata kotor, tidak akan mencela, dan tidak akan membicarakan kejelekan orang lain. Aku tidak peduli pada aibku sendiri. Aku akan sibuk menertibkan urusanku, dan membersihkan hatiku.


Hari ini aku berusaha menanam benih kebaikan. Hari ini aku akan berusaha mencabut akar penyakit hati; iri, dengki, dendam, dan prasangka buruk. Hari ini aku akan semangat menebarkan manfaat.


Waktuku akan kugunakan untuk memberi kebahagiaan untuk orang lain, memberikan nasihat, membantu orang yang kesulitan, bersedekah, menjenguk orang yang sakit, memberi makan orang yang kelaparan, dan menolong yang lemah.


Aku akan mendampingi orang yang dalam kesusahan, memberikan pertolongan kepada orang yang lemah, dan memuliakan orang tua, saudara, sahabat, san tetangga.



Sumber bacaan:


Lubis, Arif Rahman. 2017. The Real Muslimah. Jakarta: Qultum Media.




Senin, 23 Juli 2018

Kapan Giliran Kita?

Kapan Giliran Kita??

Ada yang datang, pasti ada yang pergi. Itulah kehidupan. Ada yang lahir ke dunia, ada pula yang pergi meninggalkan dunia. Ada yang hidup, pasti ada yang mati.


Mungkin ini sebuah peringatan dari Allah untuk kita, bahwa kematian itu adalah hal yang nyata dan pasti kedatangannya.


Kemarin dan hari ini ku mendengar banyak berita duka. Berita duka bahwa ada saudara dan saudari kita yang telah pergi jauh mendahului kita. Hanya dengan jarak waktu sehari bahkan beberapa jam saja, berita duka yang lain pun datang.


Entah kapan giliran kita menyusul mereka. Sebab, tidak ada yang tau kapan datangnya kematian pada diri kita. 


Semua manusia pasti menginginkan meninggal dalam keadaan yang baik, suci, dan bersih. Namun, tak akan  ada yang tau di mana kematian akan menjemput dan dalam keadaan seperti apa nanti kita mengakhiri hidup ini. Entah di rumah, kampus, di jalan, sedang belajar, olahraga, sakit, atau sedang melakukan perbuatan maksiat. Nauzubillahiminzalik. 


Lalu, bekal apa yang telah kita persiapkan untuk bertemu dengan-Nya. Sudah berapa banyak amalan baik yang telah kita lakukan.
Tak bisa kubohongi, diri ini pun masih sangat jauh dalam mempersiapkan bekal-bekal tersebut.
Tak bisa kupungkiri juga, diri ini masih berlumuran akan dosa-dosa.

Tidak tahu berapa banyak dan lama lagi Allah memberikan kesempatan hidup pada kita. Puluhan tahun, satu tahun, satu bulan, satu hari atau bahkan dalam beberapa menit lagi.

Dari sini, diriku mendapatkan pelajaran bahwa waktu yang Allah berikan kepada kita sangatlah berharga, jangan pernah kita sia-siakan. Gunakan sebaik-baiknya waktu yang Allah berikan. Perbanyak dan siapkanlah bekal.  Sebab, kita tidak akan pernah tahu, kapan kematian datang menghampiri diri kita.

"Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala (akhirat) itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur". (Surat Ali-Imran: 145)

Jumat, 20 Juli 2018

Dibalik Taman Lili


DIBALIK TAMAN LILI
Hembusan angin masuk melewati lubang-lubang ventilasi. Semilir angin terasa menggerayangi tubuh Ratri. Membelai, menyentuh tulang-tulang rusuk. Namun, menusuk tajam ke dalam sela-sela tulang tubuh hingga membuat aku terbangun. Hawa dingin pedesaan membuat tulang-tulang tubuh Ratri membeku kaku. Mati rasa, tidak ada daya.
            “Huuu ... dingin banget! Kamu udah bangun. Subuh jam berapa?”
            “Sebentar lagi, 5 menitan lagi dah Tri.”
            “Eergh ... aku kedinginan banget. padahal udah pake selimut tebel ini.”
            “Bangun makanya, biar badannya panas.”
Ratri pun bangun dari tempat tidurnya.
            “Pada masih pules-pules amat ya tidurya. Kamu lagi baca apa Ran?”
            “Baca cerpen.”
            “Cerpen apa?”
            “Tentang seorang nenek yang tinggal sendirian di dalam hutan.”
            “Nenek-nenek?”
            “Iya!”
            Ratri langsung teringat sosok nenek yang tinggal tidak jauh dari pondok yang sedang ia dan teman-temannya tempati. Kemarin sore, saat baru tiba di pondok penginapan, Ratri tidak sengaja melihat sosok seorang nenek berdiri dengan bantuan tongkat tua.
“Ngomong-ngomong, kemarin aku liat ada nenek-nenek di deket pondok.”
“Ya jelas ada kalo nenek-nenek mah.”
“Kamu tau nenek itu siapa.”
“itu kan Mak Ida”
“Iiih ... kalo itu mah aku tau. Bukan Mak Ida. Nenek itu lebih tua dari Mak Ida. Kayaknya dia tinggal di deket sini.”
“Ih udah ah, bangunin yang lain kita solat jamaah dulu.”
Azan subuh telah berkumandang, Ratri dan teman-temannya yang sedang menjadi peserta acara Leadership Camp, segera menunaikan salat subuh.
            Irama gemericik air yang mengalir keluar dari bilah-bilah bambu, membuat suasana hati terasa tenang. Orkestra alam sedang memberikan persembahan terbaiknya pagi itu. Semilir angin bertiup merdu. Jangkrik-jangkrik saling bersahutan. Padi-padi berdansa mengikuti irama alam. Damai terasa pagi itu. Dinginnya air pegunungan membuat semua mata peserta terbuka lebar. Rasa kantuk seketika sirna dengan percikan air wudhu.
“Semuanya rapatkan shafnya. Allahuakbar!”, kata ketua panitia yang menjadi imam salat subuh.
Seluruh panitia dan peserta segera menunaikan ibadah salat subuh.
Sepuluh menit pun berlalu.
“Abis ini kalian kembali ke kamar masing-masing. Terus jam 06.30 WIB langsung kumpul dengan kelompoknya di lapangan untuk sarapan.”
“Baik ka!”, jawab seluruh peserta.
Ratri dan temannya Rana segera menuju kamar. Saat berjalan menuju kamar, Ratri mendengar suara dari belakang dapur.
“Rana berhenti dulu. Coba diem deh, denger ada suara gak?”
“Suara apa? aku gak denger apa-apa.”
“Kayak ada yang lagi main air. Suaranya dari belakang dapur. Liat yuk.”
“Ih, kamu aja gih. Aku gak mau.”
“Kalo itu maling gimana? Ayo liat Ran.”
Dengan perasaan terpaksa, Rana akhirnya menuruti permintaan Ratri untuk menemukan sumber suara yang mencurigakan itu.
            Pintu dapur tertutup rapat, begitu pula jendelanya. Tidak ada satu orang pun ada di dapur. Namun, tiba-tiba suara mencurigakan itu kembali terdengar. Kali ini Rana juga mendengarnya.
            “Tuh ... tuh ... kamu dengerkan Ran?”
            “Iya ... iya aku denger Tri. Kayaknya suaranya dari luar deh Tri.”
Ratri dan Rana mengintip keluar melaui sela-sela sekat jendela. Mereka melihat ada seseorang di luar.
            “Eh itu siapa Tri?”
            “Mana ...?”
            “Itu Tri. Dia kayaknya lagi ngambil sesuatu. Eh engga, dia kayak bawa gayung gitu Tri.”
            “Oh iya. Dia siapa ya? Itu dia jalannya pelan banget. Kalo maling pasti gak sepelan itu. Kita keluar aja yuk.”
            “Eh jangan, udah gak usah kita terusin. Sekarang kita cepetan ke kamar, sebentar lagi mau setengah tujuh nih.”
Dengan wajah yang masih penasaran, Ratri pun mengikuti Rana menuju kamar.
            Waktu telah menunjukkan pukul 06.30 WIB, semua peserta dan panitia sudah berkumpul di lapangan. Mereka dengan nikmat menyantap sarapan yang disiapkan panitia. Dua lembar roti tawar dengan olesan selai cokelat cukup untuk mengisi energi sebelum memulai kegiatan. Dengan ditemani segelas teh manis yang cukup menghangatkan tubuh. Pagi itu matahari terbit dengan
“Gimana sarapannya? Semoga cukup ya hehehe ....”, kata ketua panitia.
“Oke, sambil siap-siap, yang sarapannya udah selesai segera buat barisan di sebelah kanan saya.”, kata koordinator acara.
Semua kelompok segera mengikuti arahan koordinator acara. Kegiatan hari pertama pun di mulai.
            Kegiatan hari ini, semua kelompok diberikan tugas untuk menyelesaikan misi teka-teki. Mereka harus bisa menemukan barang-barang yang disimpan dalam setiap pos. Barang-barang tersebut berupa berbagai macam bahan makanan dan perlengkapan untuk mendirikan tenda dari kayu. Semua kelompok pun segera bergegas mencari pos-pos sesuai petunjuk yang diberikan.
***
            Waktu istirahat pun habis. Semua peserta harus kembali ke kelompoknya masing-masing. Mereka harus melanjutkan misi mereka. Semua kelompok sibuk dengan misi mereka masing-masing. Ratri dan Rana yang secara kebetulan berada dalam satu kelompok, mereka mengajak teman sekelompoknya untuk mencari pos kedua ke arah yang berbeda dari kelompok lain. Mereka menuju halaman belakang. Ya! Sebuah halaman yang menjadi saksi pertemuan Ratri dan Rana dengan sosok tua yang ditemui pagi hari tadi.
            Siang itu waktu menunjukkan pukul 13.15 WIB. Walaupun mereka berada di dataran tinggi, saat siang hari terik panas matahari tetap terasa menyengat kulit. Suasana pagi dan siang hari sungguh sangat jauh berbeda. Terlihat warga sekitar, umumnya para ibu sedang asyik berbincang-bincang, bercanda gurau sambil memetik dauh teh. Ada juga yang sedang sibuk memetik sayur-sayuran segar. Inikah kehidupan sesungguhnya?
“Ran, masih inget kejadian tadi pagi gak? Tadi kita liat orang itu di sekitar sini kan.”
“Iya Tri masih inget aku.”
“Coba kita sambil liat sekeliling. Siapa tau kita ketemu sesuatu petunjuk tentang orang yang tadi pagi.”
“Oke, tapi jangan lupa dengan tugas kita buat cari petunjuk teka-teki.”
Bermenit-menit mereka sibuk mencari, tiba-tiba salah satu anggota kelompok menemukan sesuatu benda mencurigakan.
            “Temen-temen sini deh liat.”
            “Ada apa Han?”, kata Ratri
            “Liat itu, bagus banget gak sih.”
Ratri, Rana, dan teman-teman sekelompoknya, terkejut melihat ada taman kecil yang sangat indah di belakang halaman pondok. Tanah dengan ukuran panjang tiga meter dan lebar dua meter persegi itu ditanami bunga-bunga dengan warna-warna yang cantik. Taman itu memang tersembunyi karena tertutup tumbuhan ilalang yang cukup lebat.
“Bagus banget tamannya. Apa ini masih bagian dari tanah pondok.”, tanya Hanna.
“Kayaknya bukan deh Han.”
“Terus kalo bukan punya siapa ini taman Tri, bagus banget soalnya. Pasti yang punya taman ini rajin dan pandai merawat tamannya.”
        Secara tiba-tiba, pikiran Ratri langsung tertuju kepada nenek yang dilihatnya kemarin. Ratri juga berpikir bahwa orang yang dia liat tadi pagi adalah nenek itu.
       “Temen-temen gue dapet petunjuk kedua nih.”, kata Ica salah satu      anggota kelompok.
Ratri, Rana, dan Hanna segera kembali ke kelompoknya.
       Namun, saat Ratri menghampiri kelompoknya, Ratri merasa ada yang memandangi dirinya dari kejauhan. Ternyata itu adalah sang nenek. Berdiri di bawah pohon beringin. Kali ini Ratri melihat dengan jelas sosok nenek misterius itu. Tubuhnya yang tegap, kulit keriput berwarna putih langsat, matanya terlihat menatap tegas. Kain batik dan kebaya dengan motif bunga tampak rapi, sama sekali tidak terlihat lusuh sedikit pun. Seolah-olah, nenek itu sangat menjaga kesehatan dan kebersihan dalam kehidupannya.
        Nenek dan Ratri pun saling berpandangan. Walaupun, penuh rasa tanya dalam hatinya, Ratri mencoba tersenyum ramah pada sang nenek. Terkejut! Sang nenek pun membalas senyum Ratri dengan tatapan dan senyuman bahagia, tetapi seperti ada maksud lain dibalik semua itu.
“Ratri ngapain kamu di situ? Sini bantuin angkat barang-barang ini.” teriak Rana.
“Oh iya, sebentar Ran.”
Mendengar teriakkan Rana, nenek itu langsung membalikkan badannya dan pergi.
***
Sore itu suasana desa mulai terasa dingin. Terlihat orang-orang merapikan segala perlengkapan berkebunnya dan bergegas pulang. Burung-burung berkicau saling bersahutan. Terasa suasana yang begitu syahdu sore itu. Suara aliran air sungai yang deras membuat pikiran menjadi tenang, begitu juga rasa lelah pun hilang.
Setelah seharian beraktivitas, Ratri dan seluruh peserta pergi ke sungai untuk membersihkan badan yang berlumuran lumpur. Dinginnya air sungai tidak menjadi halangan bagi mereka untuk berlama-lama main di sungai. Mereka merasa energi yang telah habis, terisi kembali dengan segarnya air sungai.
 “Tri tadi kamu pas di pos dua kamu lagi ngapain? kok tiba-tiba diem gitu.”
“Aku tadi liat nenek-nenek yang bikin aku penasaran itu.”
“Kamu liat Tri? Gimana-gimana rupa nenek itu Tri.”
“Nenek itu masih keliatan sehat, badannya masih tegap, pakaiannya juga rapi banget, gak kotor sama sekali.”
“Oh iya Tri?”
“Iya bener Ran.”
“Adik-adik semuanya sekarang kita kembali ke pondok ya. Tidak ada yang di sungai lagi.” kata koordinator acara.
“Siap ka!”
Seluruh peserta dan panitia kembali ke pondok.
Waktu sudah menunjukkan pukul 17.15 WIB, 15 menit lagi, seluruh peserta harus sudah berada di dalam aula utama untuk bersiap-siap salat magrib berjamaah. 30 menit berlalu, seluruh peserta dan panitia telah berkumpul di aula.  Azan magrib pun berkumandang.
Selesai salat magrib, panitia memberikan waktu luang kepada peserta untuk sekadar berbincang-bincang ataupun istirahat. Ratri dan Rana pun memanfaatkan waktu tersebut untuk duduk di kursi sambil memandangi wilayah sekitar pondok. Saat sedang berbincang-bincang, Mak Ida pun lewat dihadapan mereka.
“Mak Ida, saya boleh tanya sebentar gak. Mak lagi gak sibukkan?”
“Mau tanya apa neng? Engga, mak gak sibuk kok.”
“Mak, mak tau gak nenek-nenek yang suka ada di halaman belakang?” tanya Ratri.
“Nenek-nenek yang mana, di sini banyak atuh neng nenek-nenek.” jawab Mak Ida sambil bergurau.
“Itu mak, nenek yang suka berdiri di bawah pohon beringin itu, yang pakaiannya juga rapi bener mak.”
“Oh itu.”
“Emak kenal sama nenek itu.” jawab Ratri dan Rana dengan ekspresi terkejut.
“Itu Nenek Rosidah. Nenek itu salah satu sepuh di kampung ini.”
“Coba mak cerita dong tentang Nenek Rosidah itu.”
“Nenek Rosidah adalah penduduk asli kampung ini.”
Mak Ida pun menceritakan kisah singkat hidup Nenek Rosidah. Nenek Rosidah adalah penduduk asli kampung Ciendog. Keluarganya sudah tinggal di kampung ini dari zaman penjajahan Belanda. Dia adalah anak keturunan bangsa Belanda. Ibunya menikah dengan pengusaha kaya raya yang bernama Van Dirk. Dia juga keturunan ningrat yang mengalir dari darah ibunya.
Nenek Rosidah menikah dengan seorang laki-laki pribumi bernama Adang yang juga seorang keturunan bangsawan. Mereka menikah dan dikaruniai satu anak perempuan yang sangat cantik. Mereka memberikannya nama Lelie yang artinya bunga lili dalam bahasa Belanda. Namun, saat pernikahannya berusia 20 tahun, suami dan anaknya tewas tenggelam ketika hendak menyeberangi Selat Sunda. Oleh karena itu, Nenek Rosidah membuat sebuah taman bunga yang sangat indah untuk mengenang kematian anak dan suaminya.
“Jadi, taman yang di belakang pondok itu punya Nenek Rosidah?” tanya Rana
“Betul neng. Pondok yang kalian tempati ini juga adalah rumah Nenek Rosidah.”
“Apa?” Ratri dan Rana terkejut mendengar pernyataan Mak Ida.
“Jangan kaget gitu atuh. Nenek Rosidah menyerahkan rumah ini ke pejabat sekitar untuk dijadikan penginapan. Lalu, dia memilih tinggal di gubuk sederhana di halaman belakang dekat taman.”
“Oh jadi begitu ceritanya.”
“Iya neng Ratri. Yaudah Mak balik lagi ya ke dapur.”
“Iya mak, makasih ya mak udah cerita.”
Ratri dan Rana pun kembali ke dalam aula.
***
Hari semakin malam, jarum jam di dinding sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Hawa dingin semakin terasa menusuk tulang-tulang rusuk Ratri. Orkestra alam kembali terdengar, tetapi kali ini pertunjukan dimulai pada malam hari.
“Sebelum kita semua pindah ke lapangan untuk bermalam di tenda. Ada tamu spesial yang akan memberikan sedikit wejangan untuk kita.”
Seluruh peserta bingung, siapa orang yang rela malam-malam begini datang hanya untuk memberikan wejangan kepada mereka.
“Ini dia tamu spesial kita malam ini, Nenek Rosidah.”
Terkejut bukan main Ratri dan Rana melihat tamu spesial yang akan mengisi acara malam itu. Selain keturunan bangsawan, Nenek Rosidah ternyata pribadi yang sangat ramah dan berpendidikan. Nenek Rosidah membagikan pengalaman masa mudanya yang penuh perjuangan. Walaupun dia keturunan bangsawan, Nenek Rosidah tetap rendah hati dan tidak ingin dirinya terlena akan kekayaan yang dia miliki.
Akhirnya, kecurigaan dan rasa penasaran yang mengerayangi pikiran Ratri, kini terbayarkan sudah berkat cerita dari Mak Ida.
x
x

Usaha dan Doa (bagian 1)

Apa yang harus dilakukan ketika ingin mendapatkan sesuatu yang sangat sangat diinginkan dan sangat diharapkan?

Pasti ada yang menjawab

"Berusaha semaksimal mungkin."
"Banyak-banyak usaha dan doa."
"Doa, usaha, hasil serahkan sama Allah."
"Gue akan berusaha, sampe titik darah penghabisan."
"Semangat berjuang. Jangan lupa doa"

Yap yap yap
Berusaha dan Berdoa, pasti dua kata itu yang akan sering muncul.

Dalam mendapatkan sesuatu yang diinginkan emang harus kudu, wajib berusaha dan perbanyak doa. Gak mungkin kan, tinggal diam, duduk manis sambil ngopi, terus keinginan kita terwujud.

Sedikit kilas balik masa-masa pas masih camaba, calon mahasiswa baru.

Waktu SMA dulu, pengen banget kuliah di kampus perjuangan. Yap, di UI. Dulu selalu ngebayangin bisa kuliah di UI, kampus besar, banyak pohon-pohon, pake jakun (jaket kuning), naik spekun (sepeda kuning) hehehe

Keinginan untuk kuliah di UI udah gak bisa dibendung lagi. Bener-bener maksimalin usaha, walau usaha sekecil dan sesepele apapun itu.

Disela-sela masa-masa pendaftaran kuliah jalur SNMPTN, ada hal kecil mungkin hal sepele yang gue lakukan. 

Kebetulan ada saudara yang lulusan UI dan fakultasnya sama dengan yang gue pilih. Iseng-iseng, gue foto pakai jaket kuning dia. Ckreeek ... Oke jadilah foto itu ada di HP. Gak sampai di situ, gue juga foto paper bag pas dia wisuda. Ckreeek ... Oke deh

Dulu masih aktif di Facebook, upload-lah dua foto itu dengan dikasih keterangan yang terisi doa dan harapan.

Mungkin itu hanya sebuah status atau cerita singkat tentang foto yang di-upload. Namun, itu bukan hanya sekadar kata-kata biasa. Dalam tiap-tiap kata itu merupakan doa. Doa tidak hanya dalam bentuk lisan saja, namun dalam tulisan dengan mengharapkan sesuatu yang baik itu jugalah doa.

Menunggu ... menunggu sampai menunggu hasil pengumuman. Dan ...

Alhamdulillah ... tepat jam 5 sore, hasil pengumuman menunjukkan, kalau diri ini diterima di kampus perjuangan itu. 

Air mata kebahagiaan jatuh, bukan hanya dari dua bola mata ini saja. Namun, dari orang tua, saudara, bahkan adik juga ikut menangis.

Dan, Alhamdulillah, akhirnya bisa foto dan pakai jaket kuning milik sendiri.

Yap,
Sebenarnya banyak usaha yang diri ini lakukan untuk menggapai keinginan itu. Namun, di sini diri ini ingin berbagi bahwa jangan pernah menyepelekan hal sekecil apapun itu. Usaha sekecil apapun apabila dilakukan dengan penuh semangat, keyakinan, dan konsisten, InsyaAllah hal yang diinginkan akan tercapai.

Begitu juga doa. Kekuatan doa begitu dahsyat. Doa yang dilakukan terus menerus tanpa lelah, dan selalu menyertakan Allah, Tuhan dalam setiap langkah kita, InsyaAllah, keinginan itu akan terwujud. Dan yang terpenting adalah doa dan ridha orang tua. 

"Sungguh kita dianjurkan banyak meminta; sebab yang tak pernah memohon apapun pada Allah, justru jatuh pada kesombongan"

- Salim A. Fillah 

Senin, 12 Februari 2018

Kudapan Sore

Terlalu manis, jika secangkir teh manis hangat dan pisang goreng disantap saat sore seperti ini.

Bagaimana kalau diganti dengan secangkir kopi? agar lidah ini terbiasa dengan pekat hitamnya yang pahit.

Biar rasa di lidah ini menjadi seimbang.

Sebab bila terlalu manis, nanti bisa-bisa terlena dibuatnya,
Dan terlalu pahit pun nanti bisa timbul kecewa

Jadi, kudapan sore ini cukup dengan secangkir kopi dengan ditemani pisang goreng

Langkah kaki

Aku sedang tak sanggup berlari,
Maka dari itu aku memilih berjalan-jalan kecil
Aku sedang tak sanggup berlari,
Sebab ada tulang yang patah
Aku sedang tak sanggup berlari,
Karena tulang yang patah butuh penyembuhan
Aku sedang tak sanggup berlari,
Namun, tak berarti aku memilih untuk diam

SERIAL FILM PAT A PAT COMO SEBAGAI SARANA EDUKASI ANAK USIA DINI

Pada usia dini merupakan momen tahap perkembangan yang sangat baik bagi anak. Anak-anak lebih cepat dalam menangkap segala sesuatu yang mer...